ANTARAYA MEDIA, PALOPO – Universitas Cokroaminoto Palopo (UNCP) melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) melakukan Kegiatan Pengabdian Masyarakat di Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, 23 – 25 Agustus lalu.
Kegiatan di Desa Onondowa ini merupakan bentuk realisasi Program Desa Binaan sebagai salah satu hibah multi tahun dari Direktorat Riset Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemendikbud Tahun Anggaran 2023.
Adapun dosen UNCP yang terlibat diantaranya M Rusli B., S.Pd., M.Pd selaku ketua tim, Wahyu Hidayat, S.IP., M.H dan Fitrah Al Anshari, S.Pd., M.Pd, masing-masing sebagai anggota, serta para mahasiswa. Kegiatan juga mengikutsertakan Wakil Rektor I Bidang Akademik Irwan Ramli, S.Pd., M.Si., Ph.D.
Kedatangan tim dari UNCP di Desa Onondowa disambut dengan acara adat sebagai tradisi menerima tamu baru yang disebut dengan “Mebingka’i”. Masyarakat atau lembaga adat mengalungkan manik-manik kepada tim sebagai tanda ucapan selamat datang.
Setelahnya, masih dalam rangkaian penyambutan, lembaga adat melakukan ritual yang dipimpin seorang tetua adat yang berbicara menggunakan Bahasa Rampi. Ritual bermakna ucapan terimakasih masyarakat adat atas perhatian dan kepedulian tim dari UNCP terhadap budaya yang ada di Rampi.
Herlina, salah seorang tokoh adat mengatakan, sebagai salah satu wilayah terpencil, Rampi masih akrab dengan budaya tradisional. Ikatan kekerabatan antar warga juga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi.
“Budaya atau tradisi di Rampi khususnya di Desa Onondowa masih terpelihara. Kami akan terus berupaya untuk melestarikannya,” ujarnya.
Herlina merupakan salah seorang tokoh perempuan adat yang sampai saat ini menggeluti pembuatan kain dari kulit kayu. Tidak hanya kain kulit kayu, Rampi juga menyimpan segudang kekayaan budaya lainnya. Di antaranya, tari-tarian tradisional seperti Tari Mendulang dan musik bambu.
Karel, salah seorang tokoh adat lainnya juga menyampaikan hal senada. Ia mengatakan, kekayaan budaya lainnya yang dimiliki Rampi yakni pemberlakuan hukum adat. Menurut Karel, komunitas masyarakat Rampi masih beraktivitas di bawah hukum adat tradisional Rampi atau Ada’ Woi’ Rampi, yang berarti Adat Budaya Tanah Rampi.
Aturan tentang aktivitas kehidupan masih sangat dipegang teguh oleh para ketua adat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. “Kalau ada yang melanggar disanksi adat, seperti potong kerbau,” terang Karel.
Rampi menyimpan beragam budaya. Tidak hanya kain kulit kayu, tari-tarian adat, musik bambu, pemberlakuan hukum adat, di Rampi juga bisa ditemukan benda-benda purba sebagai bukti sejarah masa lalu, seperti patung batu berbentuk manusia yang berlokasi di persawahan Timo’oni di Onondowa. Ada juga patung batu Kontara yang berada di Desa Dodolo.
Selanjutnya di Desa Bangko terdapat patung batu di lokasi Ri’ue. Yang tidak kalah menarik adalah kuburan yang berada di Desa Tedeboe. Kuburan tersebut, oleh Masyarakat desa, dipercayai sebagai kuburan manusia raksasa yang tingginya 7m, lebar dadanya 9 jengkal. Di Desa Tedeboe juga terdapat bekas-bekas sawah kuno.
“Ini merupakan potensi budaya yang ada di Rampi, sehingga desa ini layak dikembangkan sebagai desa wisata budaya,” kata Ketua Tim PKM, M Rusli B., S.Pd., M.Pd.
M Rusli B melanjutkan, dari hasil diskusi tim dosen UNCP dengan tokoh adat Rampi khususnya di desa Onondowa, pengembangan desa wisata budaya dimulai dengan pembentukan Sekolah Adat yang realisasinya akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
“Semoga Rampi, khususnya Onondowa ini ke depan akan menjadi desa wisata budaya,” ujarnya. (Uncp)