ANTARAYA MEDIA, JAKARTA – Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi Pertalite resmi dihentikan, Minggu (1/9/2024).
Penghentian pendistribusian Pertalite itu dilakukan PT. Pertamina hanya untuk 235 SPBU.
Artinya, tidak semua SPBU yang ada di Indonesia dihentikan pendistribusian untuk BBM jenis Pertalite.
Untuk sementara, masih ada 7.751 SPBU menjual Pertalite yang tersebar di SPBU seluruh Indonesia.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan, ada pengaturan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk penentuan SPBU mana saja yang boleh jual BBM Subsidi baik solar maupun pertalite.
Hal ini pun sudah berjalan beberapa tahun belakangan.
“SPBU yang menjual Pertalite ada 7751 dan yang tidak ada Pertalite hanya 235 tersebar di seluruh Indonesia,” kata Heppy dilansir dari Kontan, Jumat (30/8/2024).
Heppy menjelaskan titik-titik SPBU yang menjual BBM subsidi ditentukan oleh BPH Migas dengan berbagai pertimbangan.
Antara lain jalur transportasi umum, tidak di area pemukiman menengah ke atas, tidak di daerah industri, dan lain-lain.
Upaya ini dilakukan Pertamina agar BBM subsidi bisa lebih tepat sasaran.
Menurut Heppy, dari sisi Pertamina Patra Niaga selaku operstor secara prinsip menyalurkan sesuai kebijakan yang ditentukan regulator dan melakukan pengaturan penyaluran agar kuota yang ditetapkan Pemerintah mencukupi hingga akhir tahun.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, di setiap wilayah dipastikan tetap akan ada BBM subsidi baik Biosolar maupun Pertalite,” ucapnya.
“Secara jumlah juga kecil saja yang tidak jual Pertalite dan ini tidak ada kaitannya dengan rencana pemerintah (pembatasan Pertalite) pada 1 Oktober,” lanjut Heppy.
SPBU tertentu yang tidak menjual Pertalite ini memungkinkan potensi penghematan Pertalite yang bisa dilihat dari realisasi.
Diketahui, dari kuota Pertalite 2024 sebesar 31,6 juta kiloliter, realisasi hingga pertengahan Agustus ini baru mencapai 18,6 juta kiloliter atau 59 persen dari kuota.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan langkah menghentikan penjualan Pertalite di SPBU tertentu perlu dilakukan secara hati-hati dan ditijau ulang mengenai biaya dan manfaatnya.
Pasalnya, mendekati akhir tahun ini ada beberapa hajatan besar seperti Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia (Pilkada) atau Pemilihan Umum Daerah.
“Kebutuhan akan distrubusi logistik, aktivitas sosial masyarakat, termasuk ad proses politikal seperti kampanye dan lain sebagainya tentunya membutuhkan BBM yang besar,” kata Komaidi, Jumat (30/8).
Selain Pilkada, ada hajatan besar lain yaitu Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang akan memerlukan konsumsi BBM yang besar juga.
Komaidi menuturkan secara nasional penjualan BBM Pertamina adalah 75 an 40 persennya adalah Pertalite.
Hal ini akan berdampak besar apalagi jika dilihat dari profil penggunanya digunakan di segmen roda 4 maupun roda 2 yang hampir 90 persen menenggak Pertalite.
“Ada pekerja online (driver dan kurir) yang memakai Pertalite. Kalau itu enggak ada di beberapa SPBU yang dikhawatirkan terjadi gejolak di tengah kondisi ini,” ungkap Komaidi. ***