ANTARAYA MEDIA – Salah satu tradisi umat muslim di Indonesia yang dilakukan setelah Idul Fitri khususnya dalam masyarakat Jawa adalah lebaran ketupat atau Riyoyo Kupat. Lebaran ketupat diperkirakan telah menjadi tradisi dalam masyarakat jawa sejak abad 16 M hingga sekarang.
Lebaran ketupat dilaksanakan seminggu setelah hari raya Idul Fitri tepatnya pada 7 atau 8 Syawal yang juga menandai telah dilaksanakannya puasa sunnah di enam hari pertama bulan Syawal.
Dimoment ini masyarakat muslim di Jawa akan membuat ketupat sebagai hidangan makanan dirumah masing-masing kemudian disantap bersama keluarga, teman dekat, maupun tetangga.
Lebaran ketupat tidak hanya menjadi kegiatan memasak ketupat, namun juga mengandung makna mendalam di baliknya. Lebaran ketupat menjadi simbol dari rasa persaudaraan atau tali silaturahmi.
Ketupat dalam perayaan ini memiliki makna mendalam dan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kata ‘ketupat’ dikaitkan dengan kata dalam bahasa Jawa ‘ngaku lepat yang artinya mengakui kesalahan. Sehingga dengan ketupat sesama muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.
Selain memohon maaf, masyarakat Jawa juga memaknai ketupat sebagai ‘laku papat’ atau empat tindakan. Dalam masyarakat Jawa, empat tindakan yang dimaksud tersebut berasal dari istilah lebaran, leburan, laburan, dan luberan.
Lebaran berarti menandakan bahwa bulan puasa ramadhan telah berakhir. Leburan diartikan sebagai melebur atau habis, yang berhubungan dengan di hapuskannya dosa dan kesalahan. Laburan berasal dari kata kapur atau labur benda berwarna putih yang di simbolkan sebagai kesucian. Sementara luberan memiliki makna meluber atau melimpah, yang artinya ajakan untuk saling berbagi.
Saat ini perayaan lebaran ketupat tidak hanya dilakukan di pulau jawa saja, tetapi dilakukan oleh umat muslim khususnya masyarakat jawa yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia termasuk yang ada di Sulawesi Selatan. (agn)