UNCP Perkenalkan Teknologi IoT untuk Bantu Petani Bone Lemo Hadapi Iklim Ekstrem

ANTARAYA MEDIA, LUWU – Dalam beberapa bulan terakhir, para petani di Desa Bone Lemo menghadapi tantangan serius akibat panas matahari yang semakin ekstrem. Suhu tinggi dan cuaca tidak menentu telah menyebabkan kerusakan pada bibit, menghambat pertumbuhan tanaman, serta menurunkan produktivitas pertanian. Kondisi ini membuat usaha tani di wilayah tersebut mengalami tekanan berat.

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, Universitas Cokroaminoto Palopo (UNCP) melaksanakan program pengabdian kepada masyarakat melalui penerapan teknologi Sistem Fertigasi dan Sirkulasi Udara Otomatis berbasis Internet of Things (IoT). Program ini berlangsung sejak Juni hingga Agustus 2025 di Desa Bone Lemo, Kabupaten Luwu.

Bacaan Lainnya

Teknologi fertigasi yang diperkenalkan dilengkapi dengan sensor untuk mendeteksi kedalaman air yang mengandung nutrisi tanaman serta suhu lingkungan dalam greenhouse. Sistem ini terhubung dengan mikrokontroler (Arduino Uno) sehingga memungkinkan pemantauan kondisi air secara real-time melalui smartphone.

Apabila kadar air menurun atau berada di luar batas optimal, sistem akan mengisi air secara otomatis.Selain itu, sistem sirkulasi udara otomatis menggunakan sensor suhu dan kelembaban yang mengaktifkan blower ketika suhu melebihi 30°C. Blower berfungsi mengeluarkan udara panas dalam greenhouse sehingga iklim mikro tetap stabil dan tanaman terhindar dari kelayuan saat cuaca ekstrem.

Pelaksanaan program ini merupakan bagian dari Program Kemitraan Masyarakat (PKM) UNCP yang mendapat dukungan pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).

Tahapannya dimulai dengan koordinasi bersama mitra, penyusunan agenda, penyiapan alat dan bahan, hingga pemasangan sistem fertigasi serta sirkulasi udara otomatis. Selanjutnya, dilakukan pelatihan dan pendampingan agar petani dapat mengoperasikan dan merawat teknologi tersebut secara mandiri.

Kepala Desa Bone Lemo, Baso, S.H., menyambut positif kehadiran program ini.“Selama ini, panas ekstrem sering membuat tanaman cepat layu dan gagal panen. Dengan adanya sistem fertigasi dan sirkulasi udara otomatis ini, kami berharap petani bisa lebih siap menghadapi situasi tersebut. Kami berharap program-program seperti ini dapat terus dilakukan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua Kelompok Tani Bone Lemo, Harun, juga menyampaikan harapannya.“Kami senang karena ada pendampingan dan pelatihan penggunaan teknologi ini. Bagi kami, ini bukan sekadar alat baru, tapi sebuah cara untuk tetap bisa bertani meskipun cuaca tidak mendukung,” jelasnya.

Pendekatan yang diterapkan dalam program ini tidak hanya berfokus pada instalasi alat, tetapi juga membangun kapasitas petani dalam mengelola sumber daya secara cerdas. Dengan integrasi teknologi fertigasi, sirkulasi udara otomatis, serta pendampingan pemasaran, Desa Bone Lemo diharapkan menjadi percontohan pertanian presisi berbasis IoT yang adaptif terhadap perubahan iklim ekstrem. (hms)

Pos terkait