ANTARAYA MEDIA, JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Pusat Penguatan Karakter bekerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) menyelenggarakan Gelar Wicara yang bertajuk “Berdaya Hadapi Batasan”, pada Kamis (27/6/24).
Gelar Wicara ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kaum perempuan memiliki peran strategis dalam mewujudkan kebinekaan global, toleransi dan kedamaian.
Turut hadir mahasiswi inspiratif peserta program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Sukmawati. Sukma merupakan mahasiswi dari Universitas Cokroaminoto Palopo yang melaksanakan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Kota Malang, Jawa Timur.
Sukma membagikan pengalamannya ketika menjalani program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, ia menceritakan kekhawatirannya masuk ke lingkungan baru dan berinteraksi dengan mahasiswa dari suku dan agama lain.
“Awalnya saya pikir sulit untuk berinteraksi tapi setelah mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, berinteraksi dengan suku lain ternyata menyenangkan,” ungkapnya.
Gelar Wicara ini dihadiri oleh Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Bidang Isu-Isu Strategis, Fiona Handayani, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas, Adin Bondar, perwakilan dari Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Komunikasi dan Media, serta diikuti oleh 180 peserta yang berasal dari mahasiswa/i secara umum dan jaringan masyarakat sipil.
Perempuan kerap kali menjadi salah satu unsur kelompok yang paling rentan ketika terjadinya konflik, namun di saat bersamaan juga menjadi inspirasi dalam penanganan konflik.
Acara yang diselenggarakan ini mengangkat praktik baik dan kiprah nyata perempuan Indonesia dalam mengimplementasikan karakter kebinekaan global, khususnya promosi kolaborasi lintas budaya, menolak prasangka, dan membantu orang/kelompok dengan identitas berbeda.
Gelar Wicara yang dilaksanakan secara luring di Ruang Auditorium Perpustakaan Nasional ini terdiri dari dua sesi. Sesi pertama antara Franka Makarim dan Cinta Laura Kiehl dan sesi kedua antara Ayu Kartika Dewi dan Kusumawati, kedua sesi dimoderatori oleh Zackia Arfan dan dipandu oleh Komika Zahra Shafiyah.
Kepala Pusat Penguatan Karakter, Rusprita Putri Utami, menjelaskan bahwa kegiatan Gelar Wicara ini merupakan forum dialog untuk menggagas kolaborasi lintas budaya serta mempromosikan sikap gotong royong dan solidaritas sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila sekaligus tempat berbagi praktik baik.
“Acara ini merupakan ikhtiar kita bersama untuk membentuk generasi muda yang kritis, toleran, dan menghargai perbedaan, selaras dengan nilai-nilai Pancasila,” ucapnya.
Ketua Umum DWP, Franka Makarim selalu aktif dalam mempromosikan pendidikan dan pemberdayaan perempuan. Ia mengungkapkan bahwa perempuan memiliki nilai (value) yang selalu dipegang teguh untuk mengatasi keterbatasan.
Franka juga mengingatkan bahwa penting untuk menjadi pribadi yang otentik dan perlu bersahabat dengan diri kita sendiri. Bahwa kita adalah versi terbaik kita saat ini dan hal itu cukup untuk bekal kita dalam menjalankan peran di hidup kita.
Ketangguhan tersebut membuat kaum perempuan memiliki daya juang dan tetap berkarya dalam berbagai himpitan dan keterbatasan.
“Kaum perempuan memiliki peran untuk menciptakan dunia yang toleran dan damai,” ungkap Franka.
Hadir pula aktris Cinta Laura Kiehl, pendiri Yayasan Soekarseno Peduli, organisasi yang bertujuan merehabilitasi sekolah-sekolah rusak di Bogor, dan telah membantu lebih dari empat ratus anak sejak tahun 2006. Ia menceritakan kisahnya ketika menjadi korban perundungan saat awal-awal meniti karir.
“Saya mengalami perundungan selama hampir dua tahun, namun saya bangkit dan menunjukkan bahwa saya individu yang tangguh dan berprestasi. Kini saya ingin terus melakukan kegiatan yang membawa dampak positif untuk orang lain,” tutur Cinta.
Staf Khusus Presiden sekaligus Co-founder Sabang Merauke, sebuah program pertukaran pelajar yang mempromosikan keberagaman budaya dan agama, Ayu Kartika Dewi, menceritakan bahwa pertolongan bisa datang dari siapapun tanpa memandang suku, agama, ras, maupun golongan, bahkan bisa jadi datangnya dari orang yang tidak kita kenal. Ia menekankan pentingnya kebinekaan global dalam kehidupan.
“Ketika studi di Duke University Amerika Serikat, saya belajar memahami pentingnya toleransi beragama. Kala itu saya berbaur dan berteman dengan mahasiswa lain dari beragam agama,” ucapnya, dikutip dari website Kemendikbudristek. (hms)